
Pada 3 Desember, Uni Emirat Arab (UEA) memesan 80 jet tempur Dassault Rafale dan 12 helikopter militer Eurocopter EC725 Caracal dalam kesepakatan senjata besar-besaran dengan Prancis.
Kesepakatan itu ditandatangani langsung oleh Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan dan Presiden Prancis Emmanuel Macron di sela-sela Dubai Expo 2020.
Dalam sebuah pernyataan, Presidenan Prancis mengatakan bahwa kesepakatan itu bernilai $19 miliar. Ini menjadikannya penjualan luar negeri terbesar dari pesawat tempur Prancis.
“Kontrak ini memperkuat kemitraan strategis yang lebih kuat dari sebelumnya dan secara langsung berkontribusi pada stabilitas regional,” bunyi pernyataan itu.
Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly menggambarkan kesepakatan senjata sebagai “bersejarah,” menjanjikan bahwa itu akan menyediakan ratusan pekerjaan baru di Prancis. Saham Dassault Aviation SA, produsen Rafale, naik lebih dari 9% setelah kesepakatan.
Pesawat Rafale kemungkinan besar akan menggantikan jet tempur Mirage 2000 Angkatan Udara UEA yang sudah tua, yang kemungkinan akan disimpan atau dijual.
Dengan membeli jet tempur Rafale, UEA mengikuti jejak Qatar, yang telah membeli 36 pesawat, dan Mesir yang memesan 24 pada 2015 dan 30 pada awal tahun ini.
Kesepakatan senjata besar-besaran tanpa diragukan lagi akan memberikan dorongan besar bagi hubungan yang sudah kuat antara UEA dan Prancis.
Kabar ini sekaligus menjadi kabar buruk untuk Indonesia yang sedang bernegosiasi tanpa hasil konkrit dengan Perancis terkait pembelian pesawat Rafale. Karena kontrak pembelian ini jelas menambah panjang antrian produksi Rafale. Jika memesan tahun 2022, Indonesia baru akan bisa mendapatkan pesawat Rafale pada tahun 2027.
Waktu yang terlalu lama , karena Skuadron 14 TNI AU sudah sejak 2017 enggak punya pesawat tempur karena pesawat F-5 Tiger telah pensiun.
Indonesia beli helikopter saja.
Helikopter lebih mahal dari jet tempur
ini beli betulan ataukah cuman ngibul doang.?