Paska serangan teroris terhadap dua menara kembar WTC di Newyork dan Markas besar Pentagon pada 9 September 2001. Presiden Amerika Serikat kala itu, Goerge W. Bush Jr. langsung menuding Al-Qaeda adalah dalangnya dan menargetkan untuk menangkap Osama Bin Laden yang berada di Afghanistan.
Afghanistan pada saat itu berada pada ke 5 di bawah kekuasaan Taliban. Pada tahun 1992, setelah Uni Soviet runtuh dan kalah perang di Afghanistan. Terjadi perang saudara antar kelompok Mujahidin yang disokong oleh Amerika Serikat, yang melibatkan 10 kelompok, mereka memperebutkan kekuasaan.
Tahun 1994, Taliban muncul dari sekolah-sekolah agama di wilayah Peshawar, perbatasan Pakistan. Digawangi oleh para pemuda lulusan madrasah setingkat perguruan tinggi yang muak dengan perang saudara di negerinya. Hanya berselang 2 tahun, pada 1996, mereka berhasil menguasai hampir 90% wilayah Afghanistan.
Oktober 2001, AS dan NATO bersekutu merangkul Aliansi Utara untuk menggulingkan Taliban dan membentuk pemerintahan baru. Sebagai alasan perang, AS berdalih karena Taliban menolak menyerahkan Osama Bin Laden yang dituduh sebagai aktor utama serangan 911. Adapun Taliban berdalih, Osama Bin Laden adalah tamu di negaranya, jika memang dia terbukti dalangnya, berikan buktinya dan akan diadili di Afghanistan.
Serangan Sekutu dan Aliansi Utara sukses menyingkirkan Taliban dari Kabul. Desember 2001, terbentuklah pemerintahan baru Afghanistan dengan Presiden Hamid Karzai. Tokoh nasionalis yang sebenarnya juga simpatisan Taliban.
Sejak tahun 2001, meskipun terpukul mundur dari Kabul, Taliban tidak pernah kalah. Mereka tetap eksis di wilayah selatan negara itu. Terutama di perbatasan Afghanistan dan Pakistan.
Yang terjadi justru sebaliknya. Presiden Hamid Karzai malah berhasil memecah belah Aliansi Utara ke dalam berbagai partai politik. Tujuanya untuk memuluskan jalanya menjadi presiden secara independen tanpa partai dalam pemilihan umum. 3 kelompok pembentuk aliansi utara yang terdiri dari: Jamiat Islami, Junbiat Milia dan Hizbut Wahdat pelan-pelan melemah kehilangan pendukung.
Di saat bersamaan Taliban terus mengkonsolidasikan kekuatan melalui pendidikan di madrasah-madrasah di kawasan pedesaan untuk menyiapkan para pejuang sambil terus memberikan dogma bahwa pemerintahan boneka bentukan AS dan NATO harus diusir dari tanah Afghanistan.
Tahun 2014 ketika Hamid Karzai sudah pensiun dari Presiden dan digantikan oleh Ashraf Ghani yang kemarin kabur ke Tajikistan. Taliban menemukan momentum untuk mulai menunjukkan kekuatanya. Sebagai milisi sipil bersenjata militer, kekuatan Taliban tidak ada yang menandingi karena Aliansi Utara sudah bubar dan milisi-milisi lainya juga sudah tak bersenjata.
Lawan Taliban adalah militer pemerintah yang tak punya mental bertarung. Sedangkan pasukan asing, AS dan NATO jumlahnya sudah banyak berkurang.
Sebagai Presiden, Ashraf Ghani beberapa kali mengeluarkan statemen yang meyakiti minoritas di Afghanistan yang menyulut amarah massa serta perilaku pemerintahanya yang korup. Popularitasnya makin meredup terutama karena gagal memberantas kelompok ISIS di Afghanistan yang melakukan teror bom pada kaum minoritas Islam Syiah, Kristen dan Hindu.
Puncak kemarahan publik terjadi saat ISIS di Afghanistan mengebom sekolah Sayed Syuhada di kawasan Hazara, Ibukota Kabul. Ashraf Ghani menuding pelakunya adalah Taliban yang lansung dibantah oleh Juru Bicaranya. Sepekan setelah pengeboman, pihak Taliban justru berhasil menangkap pelaku dan membebaskan banyak kawasan di Timur negara itu dari cengkeraman ISIS.
20 tahun berselang sejak diusir dari Kabul, Taliban telah berhasil bangkit dan berkuasa lagi Afghanistan. Blunder terbesar koalisi AS dan NATO adalah saat mempercayai Hamid Karzai sebagai Presiden Afghanistan selama masa transisi. Padahal dia sejak dulu adalah simpatisan Taliban. Dan Aliansi Utara, walaupun mereka sempat menang perang, tak pernah sekalipun bisa mengantarkan tokohnya menjadi Presiden di Afghanistan.
Posting Komentar untuk "Mengenang Kemenangan Aliansi Utara bersama AS-NATO Di Afghanistan dan Kecerdikan Taliban Menyusun Kekuatan"