Wartawan pertahanan lokal Manny Mogato telah melaporkan bahwa hanya 3 dari 12 pesawat tempur ringan FA-50PH Fighting Eagle Angkatan Udara Filipina (PAF) yang beroperasi, dengan sisanya tidak beroperasi karena masalah suku cadang.
Inilah yang terjadi jika membeli persenjataan “Kosongan” tanpa paket dukungan logistik terintegrasi (ILS) yang kuat, banyak negara ketiga yang ngebet beli pesawat secara kosongan karena harga murah tanpa paket penjualan.
Penyakit ini merupakan tren paling umum di negara negara berkembang, yang membeli sistem senjata tanpa paket dukungan logistik terintegrasi (ILS). Biasa negara negara berkembang tersebut terpikat oleh janji pembelian satu kali yang murah tetapi akhirnya membayar harga dalam jangka panjang.
Sebagai contoh, baru baru ini Angkatan Udara Irak menandatangani kontrak ILS senilai $360 Juta (Rp5,4 Triliun) dengan Korean Aerospace Industries (KAI) pada bulan Juli untuk menghidupkan kembali armada 24 unit FA-50IQ mereka.
Dikabarkan 24 unit FA-50IQ Irak hingga kini belum beroprasional penuh meski sudah dibeli sejak 2019 lalu, dengan sebab yang sama yaitu suku cadang yang tidak tersedia.
Masalah yang dialami oleh PAF ini bukan karena teknisi pemeliharaan Filipina, tetapi pada perencanaan logistik yang buruk dan pengiriman yang tertunda. Tidak adanya dukungan ILS akan sangat berdampak buruk pada kualitas pesawat, bahkan bisa saja jatuh ke tanah dan membahayakan sang pilot pesawat.
Nah sekarang menjadi tanda tanya, TNI AU sendiri juga punya pesawat ini dan sudah dua unit yang jatuh (Di Blora dan Jogja), jangan-jangan hal yang sama juga dialami Indonesia? Patut menjadi tanda tanya.
Posting Komentar untuk "Pesawat FA-50 Susah Suku Cadangnya, Punya Irak dan Filipina Banyak Yang Grounded"