
Pada tanggal 9 Maret 2020, Brig. Gen. David Abba selaku USAF Director of the F-35 Integration Office membuka sebagian laporan operasional terkait aksi pesawat F-35A Lightning II di Timur Tengah untuk membuktikan kapabilitas Battle Proven dari pesawat generasi ke-5 ini.
Sebanyak 12 pesawat F-35A milikAU Amerika Serikat telah ditempatkan di kawasan Timur Tengah sejak tahun 2019. Selama itu mereka berhasil mencetak 7,300 jam terbang dalam 1,300 misi, dan menjatuhkan 150 senjata. Rata-rata dalam sekali misi F-35 terbang dalam durasi 5.61 jam.
F-35A USAF juga berhasil membuktikan kemampuan “stealth” dalam menghindari sistem pertahanan udara (arhanud) lawan. Selain menghindari, F-35A juga mampu melacak keberadaan sistem tersebut meskipun tidak disebutkan apa jenisnya arhanud tersebut.
Arhanud tersebut tidak dihancurkan, namun lokasi keberadaannya dipasok ke struktur komando dan kontrol intelijen untuk dipetakan.
Potensi F-35A USAF dalam misi SEAD/DEAD makin bertambah pula dengan jalannya pengembangan Stand-In Attack Weapon sejak tahun lalu, yang diadaptasi dari AGM-88E AARGM milik US Navy. Stand-In Attack Weapon akan digunakan USAF sebagai senjata serang berkecepatan tinggi untuk mengincar peluncur TBM serta LACM maupun ASCM, sistem pertahanan udara terintegrasi, serta GPS jammer maupun sistem anti-satelit.
12 F-35A pertama yang ditempatkan USAF di kawasan Timur Tengah adalah dari 388th dan 419th Fighter Wing di Hill AFB, Utah untuk mendukung CJTF-OIR. Deployment pertama dimulai pada bulan April 2019 dari Al Dhafra Air Base (United Arab Emirates) dan berakhir pada tanggal 1 November 2019. Dua minggu setelah deployment pertama tersebut selesai USAF sudah kembali mengirim satuan F-35A untuk ditempatkan kembali di Al Dhafra, kali ini dari 34th Fighter Squadron “Rude Rams” yang terdiri dari personnel aktif, personnel cadangan dari 466th Fighter Squadron 419th Fighter Wing, serta personel aktif maupun cadangan dari 34th Aircraft Maintenance Unit.
Sumber: aviationweek
Tinggalkan Balasan