
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengungkapkan kekecewaan TNI AL terhadap kualitas kapal selam terbaru TNI AL, KRI Nagapasa-403 yang merupakan jenis kapal selam Changbogo buatan galangan kapal DSME (Daewoo Ship Building & Marine Engineering) Korea Selatan.
Masalah yang diungkapkan adalah soal kapal selam yang kurang bertenaga, akibat baterai yang kurang mampu memasok daya total yang dibutuhkan. Karena spek kapal selam CBG yang dibeli Indonesia masih belum memiliki sistem canggih seperti AIP (Air Independent Propulsion) yang dapat membantu pengisian baterai, pada akhirnya kemampuan arung bawah air kapal selam asal Korsel ini juga jadi terbatas.
Kurangnya daya dapat menyebabkan ketidakstabilan pada berbagai perangkat elektronik yang tertanam di kapal selam yang dibeli untuk TNI AL tersebut, yang kemudian juga dapat berdampak pada keandalannya. Admin juga menerima sejumlah kisah kendala lainnya, tetapi untuk saat ini masih dirahasiakan.
Pemerintah telah melayangkan protes ke pihak Korea Selatan.
“Sudah kita proses kemarin tapi lambat karena kapalnya besar tapi baterainya kecil. Itu yang pertama tapi saya sudah langsung ke pabrik, saya sama KSAL. Jadi sudah tidak ada masalah lagi, tapi yang kedua, ketiga terus,” kata Ryamizard Ryacudu di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/10).
Ryamizard mengatakan, masih ada dua kapal selam lagi yang masih dalam tahap produksi. Dua Kapal selam terakhir diproduksi PT PAL yang diawasi langsung oleh perusahaan asal Korea Selatan, DSME.
Bila hasil kapal selam tersebut baik, Ryamizard menyampaikan tak menutup kemungkinan untuk memesan kembali ke Korea Selatan.
“Lihat dulu kalau bagus tambah lagi, tidak mahal. Yang mahal beli teknologi dan mendidik orang yang mahal,” ucap Ryamizard Ryacudu.
Untuk diketahui, Indonesia memesan tiga unit kapal selam bermesin diesel elektrik type 209/1400 kelas Chang Bogo ke Korsel dengan kesepakatan kerja sama transfer teknologi. Kapal selam pertama dan kedua dibangun di perusahaan pembuatan kapal Korsel, DSME. Lalu kapal selam ketiga dibangun di galangan kapal dalam negeri PT PAL Indonesia, Surabaya bekerja sama dengan DSME Korsel.
Sumber: UC News/Kumparan
Kecewa bukan karena cacat produksi.. Kecewa karena kemampuan baterai kecil.. Itu memang dr awal yg jd concern TNI AL sebagai gantinya ketiadaan AIP dibutuhkan baterai yg punya daya besar tp hemat.. Makanya sempat ada berita PT. Nipress sudah bisa produksi baterai kapal selam yg diinginkan spek TNI.. Secara kemampuan ya standarnya memang segitu sekitar seminggu naik utk ambil napas.. Tp TNI AL yg menaikkan standarnya..
sedih banget ya buat pertahanan terjadi kesalahan yang selalu terulang2.